Sedikit cerita tentang kaum urban. Tidak bisa dipungkiri kaum urban terkenal dengan sifat egois, individualis dan materialistik. Mau tidak mau kita harus mengakuinya, bahkan pendatang-pendatang dari hinterlandnya pun lama kelamaan akan tergerus oleh kebudayaan kota, sifat-sifat asli mereka mulai hilang, sangat disayangkan memang. Sebuah artikel yang saya ambil dari sebuah blog andafadillah.wordpress.com semoga bisa menjadi renungan buat kita semua.
Sepasang suami dan isteri petani
pulang kerumah setelah berbelanja. Ketika mereka membuka barang
belanjaan, seekor tikus memperhatikan gelagat sambil menggumam
“hmmm…makanan apa lagi yang dibawa mereka dari pasar?”
Ternyata yang dibeli oleh petani hari itu adalah perangkap tikus. Sang tikus naik panik bukan kepalang.
Ia bergegas lari ke sarang dan bertempik, “Ada perangkap tikus di rumah… di rumah sekarang ada perangkap tikus….”
Ia pun mengadu kepada ayam dan berteriak, “Ada perangkap tikus!”
Sang Ayam berkata, ” Tuan Tikus! Aku turut bersedih tapi ia tak ada kena-mengena dengan aku.”
Sang Ayam berkata, ” Tuan Tikus! Aku turut bersedih tapi ia tak ada kena-mengena dengan aku.”
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak
seperti tadi. Sang Kambing pun jawab selamba, “Aku pun turut bersimpati…
tapi tidak ada apa yang boleh aku buat. Lagi pun tak tak ada
kena-mengena dengan aku. “
Tikus lalu menemui Lembu. Ia mendapat jawaban sama. “Maafkan aku.
Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali. Takkanlah
sebesar aku ni boleh masuk perangkap tikus. “
Dengan rasa kecewa Sang Tikus pun berlari ke hutan menemui Ular.
Sang ular berkata “Elehh engkau ni… Perangkap Tikus yang sekecil tak kan la nak membahayakan aku.”
Sang ular berkata “Elehh engkau ni… Perangkap Tikus yang sekecil tak kan la nak membahayakan aku.”
Akhirnya Sang Tikus kembali ke rumah dengan pasrah kerana mengetahui ia akan menghadapi bahaya seorang diri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara berdetak
perangkap tikusnya berbunyi menandakan umpan dah mengena. Ketika melihat
perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa yang jadi mangsa. Ekor
ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang isteri
pemilik rumah.Walaupun si Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut,
isterinya tidak sempat diselamatkan. Si suami pun membawa isterinya ke
rumah sakit. Beberapa hari kemudian isterinya sudah boleh pulang namun
masih demam.
Isterinya lalu minta dibuatkan sup cakar ayam oleh suaminya kerana
percaya sup kaki ayam boleh mengurangkan demam. Tanpa berfikir panjang
si Suami pun dengan segera menyembelih ayamnya untuk dapat kaki buat
sup.Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang teman
menyarankan untuk makan hati kambing. Ia lalu menyembelih kambingnya
untuk mengambil hatinya. Masih juga isterinya tidak sembuh-sembuh dan
akhirnya meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Banyak sungguh orang datang melawat jenazahnya. Kerana rasa sayang
suami pada isterinya, tak sampai hati pula dia melihat orang ramai tak
dijamu apa-apa.Tanpa berfikir panjang dia pun menyembelih sapinya untuk
memberi makan orang-orang yang berziarah.
Dari kejauhan…Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan. Beberapa
hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan
lagi.
Sering
kita berpikir masalah anda bukan masalah saya, tapi renungkanlah, apa
yang terjadi dengan ular, ayam, kambing dan sapi dicerita ini. Mungkin
masalah teman, saudara, rekan anda atau orang yang tidak anda kenal,
sekarang bukan menjadi masalah anda, tapi anda tidak pernah tahu apa
yang akan terjadi, manusia bukanlah mahluk yang bisa hidup sendiri,
kehidupan berjalan linier dalam suatu lingkaran, dan anda menjadi bagian
didalamnya. Masihkah anda akan mengatakan, masalah buat gue?!!
RELATED ARTICLE
Yang Terhormat Nama Saya
Saat Yang Tepat Untuk Menyerah
Saya Bosan Mendengar Rencana Rencana Anda
RELATED ARTICLE
Yang Terhormat Nama Saya
Saat Yang Tepat Untuk Menyerah
Saya Bosan Mendengar Rencana Rencana Anda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar